Tuesday, June 07, 2005

Kalibaru dan Perkebunan

Saat liburan sekolah Juni 2005, aku mengajak Norman dan engkong-nya, pergi berlibur ke daerah perkebunan-perkebunan eks Hindia Belanda di sekitar Jember dan Banyuwangi. Kami keliling daerah Kalibaru, Kalisat, Ledokombo, Glenmore, Pesanggaran dan lain-lain.

Aku pergi ke daerah ini karena ingin tahu sejarah kolonialisme Belanda. Aku kira orang tak mungkin belajar kolonialisme Belanda tanpa melihat sejarah perkebunan zaman Hindia Belanda. Orang-orang Eropa datang ke kepulauan yang sekarang jadi Indonesia ini, terutama karena bisnis tanaman a.l. pala, cengkeh, kayu manis, coklat, kopi dan sebagainya.

Khusus untuk Jawa, mereka mendirikan banyak perkebunan, terutama setelah liberalisasi pada akhir abad XIX. Mereka membiarkan perusahaan-perusahaan swasta Belanda, Inggris, Belgia, Jerman, membuka dan mengelola kebun kopi, coklat, kelapa dan sebagainya.

Kami memilih menginap di Hotel Margo Utomo. Hotel ini terkenal karena menawarkan paket liburan perkebunan. Norman bisa belajar melihat sapi perah. Kami juga jalan lihat orang bikin pupuk kandang. Udara bersih sekali. Juga ada kolam renang yang airnya mulia!



Ruang depan Hotel Margo Utomo di Kalibaru. Hotel ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan turis Belanda yang ingin melihat-lihat perkebunan. Mereka datang untuk melihat "akar diri" mereka. Banyak yang kelahiran Surabaya, Semarang, Jember dan sebagainya. Mereka ingin melihat diri mereka, papa atau opa mereka.

Ia berada dalam suatu daerah perkebunan kecil milik pensiunan seorang administrateur PTP XII. Ia terletak persis depan stasiun kereta api Kalibaru. Ia punya 50 kamar. Suasana nyaman. Ada kandang sapi perah. Ada tempat bikin gula kelapa.



Margo Utomo memiliki 40 sapi perah produktif dan 10 yang non-produktif (karena baru melahirkan) serta banyak anak-anak sapi. Seekor sapi diperah dua kali sehari, pukul 6:00 dan pukul 15:00. Ada empat pemerah bekerja penuh waktu. Puting susu harus bersih. Setiap sapi rata-rata menghasilkan sekitar 20 liter per hari. Tukang bersih kandang lain lagi.

Sapi-sapi ini harus dituntun dari kandangnya untuk masuk ke ruang perah. Ekornya harus diikat dengan tali kecil agar tak mengibas-ngibas. Sesudah diperah, lucunya, si sapi bisa kembali ke kandangnya sendiri. Jarak sekitar 8 meter dari tempat pemerahan. Susu dimasukkan ke tanki sterilisasi. Lalu dibungkus dalam plastik-plastik kecil, masuk freezer, siap kirim ke Banyuwangi, Bali, Jember dan Surabaya.



Di Kalibaru aku juga wawancara beberapa orang Belanda. Satu di antaranya adalah Ronny van Dulken, kelahiran Salatiga pada 1949, beberapa bulan sebelum kedua orang tuanya terpaksa pergi ke Belanda karena "pengakuan kedaulatan" Indonesia. Van Dulken termasuk salah satu sumber yang sangat artikulatif bicara tentang masa lalu. Ia ingin menelusuri "masa lalu" dan "akar dirinya."

Ini perjalanan penting untuk mengunjungi kuburan kakek Van Dulken di Semarang. Ia juga mengajak isteri dan dua anak gadisnya beserta pasangan keduanya untuk datang ke Jawa. Mereka berpose untuk aku sebelum berangkat ke Bali (dari kiri ke kanan): Rovin Frankhuisen, Eva van Dulken, Eduard Blom, Meta van Dulken, Ronny van Dulken dan Xaveria.



Hotel juga punya sejumlah koleksi binatang langka dan dilindungi. Ada burung rangkong, kelelawar besar, burung nuri, rase dan sebagainya. Sebagian tamu tertarik memberi makan kelelawar dalam sangkar pada pagi hari. Sekitar pukul 10:00 kelelawar ini dikeluarkan dan dibiarkan bergelantungan dalam kebun. Malam hari dimasukkan kandang, kuatir terbang dan ditembaki anak-anak muda.



Papa dan Norman berpose dengan satu burung rangkong di Margo Utomo. Nama papa adalah Ong Seng Kiat. Ia kelahiran Jember pada 1941 dan mengganti namanya jadi "Harsono" pada 1971 --seperti kebanyakan orang Tionghoa di Indonesia. Ia banyak main dengan cucunya, Norman Harsono, di Kalibaru. Berenang bersama dan makan bersama.



Norman sempat menantang engkong lomba renang. Maka tiga generasi ini --kakek, ayah dan anak-- berlomba renang. Aku tentu menang dari papaku, tapi Norman masih kalah dari engkongnya. Ia jengkel. Pada putaran ketiga, Norman menarik celana renang engkongnya ... sampai si engkong panik!

3 comments:

Anonymous said...

Terima Kasih atas kunjungan anda di margo utomo Agro Resort dan komentar anda yang sangat tulus tentang hotel kami.
Kami juga menunggu kunjungan anda berikutnya.
Salam hangat dari kami.
Udik05@Yahoo.Com

beruk-kunyuk said...

salam kenal!
nama ku erfan.ak kelahiran kalibaru, dan saat ini sedang menyelesaikan skripsi ku di jurusan Ilmu Hub. Int'l di univ.jember.ibu dr kalibaru keturunan madura.sedangkan ayah dr jember dg kakek keturunan tionghoa dr jogja.ayah lahir di bangkalan krn perang,dan berpindah2 tempat tinggal,mulai dari jogja,malang,surabaya,madura,dan menetap di jember.ak jd bangga dg tulisan mas andre yg jujur nulis ttg kalibaru,kampung halamanku.smoga ak bisa banyak belajar dr mas andre.terima kasih

Unknown said...

Salam kenal

saya doni asli sih dari nagreg kab bandung istri saya orang kalibaru.

saat ini saya berkecimpung di pariwisata sebagai booking agent buat yang mau liburan di bali untuk semua hotel dan villas.

setelah saya tinggal di kalibaru beberapa bulan yang lalu saya lihat kalau kalibaru punya potensi untuk pariwisata, kalau di bali mungkin sama dengan bedugul.

saya lihat intensitas tamu luar ga terlalu banyak kebanyakan tamu eropa dan minim domestic kayaknya.

kedepan saya sudah planning untuk buat website selain blog untuk pariwisata di banyuwangi dan kalibaru. semoga bisa sukses.

thanks for your support for kalibaru.

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.