Friday, November 01, 2002

Debat Radio

Abubakar Ba'asyir versus Ulil Abshar-Abdalla

ADA sebuah debat menarik diadakan di Jakarta beberapa saat sebelum ustadz Abubakar Ba’asyir resmi dituduh teroris. Tema diskusi, siapa dalang pemboman Pantai Kuta? Debatnya ramai karena melibatkan Ba’asyir serta koleganya Fauzan al Anshari dari Majelis Mujahidin Indonesia, serta Ulil Abshar-Abdalla dari Jaringan Islam Liberal.

Ba’asyir dan Ulil pendapatnya berbeda. Ulil aktivis muslim yang menilai Islam warna-warni, ada Islam radikal dan Islam moderat, serta sering bicara perlunya pemisahan negara dan agama. Ba’asyir kebalikannya. Ba’asyir giat bicara soal Islamisasi negara dan negara Islam.

Debat diadakan di sebuah ruang diskusi Hotel Sahid Jaya. Karpet merah. Gorengan empuk. Bolu gulung. Teh dan kopi hangat –yang terasa kurang karena membludaknya peserta.

Introduksi. Ketika al Anshari masuk ruangan, Ulil duduk di baris depan dan memberi salam, “Zan gimana? Wah, pakaian hitam berkabung nih?”

“Bukan. Hitam siap berperang,” jawab al Anshari. Suasana jadi agak tak enak. Ulil tak melanjutkan pembicaraan. Al Anshari menuju tempat penganan. Ulil merasa prihatin dengan pemboman Bali yang menelan korban sedikitnya 180 orang. Al Anshari prihatin karena pihaknya dipojokkan.

Moderator debat Supriyatno Yayat, produser radio Namlapanha FM 89,35 MHz dan AM 603 KHz. Dia gesit mengatur pembicara, termasuk juga Muhcyar Yara dari Badan Intelejen Negara dan Kelik Ismunanto dari Partai Rakyat Demokratik (Jaringan Islam Liberal dan Namlapanha ada kaitan administrasi dengan Institut Studi Arus Informasi –penerbit majalah Pantau).

Debat dibuka ustadz Ba’asyir lewat telepon, “Amerika menuduh saya itu fiktif saja, tidak ada bukti-bukti yang jelas. Kita sebagai seorang Islam, bicara akar masalah, dan ditinjau dari segi syariah, jangan hanya logika saja. Anda harus tahu bahwasanya persoalan teroris yang dibuat-buat Amerika ini, hanyalah bumbu-bumbu. Tapi akar masalah, kalau kita kembalikan dari al Quran dan sunnah, itu sebenarnya orang-orang kafir sedang memerangi Islam.”

YAYAT: Bagaimana dengan laporan CIA? Nama Anda disebut-sebut oleh (wakil al Qaeda Asia Tenggara) Omar al Faruq dalam pemeriksaan?

BA’ASYIR: Saya tidak kenal siapa namanya Faruq. Itu hanya dikarang-karang saja oleh mereka. Saya tantang, mereka suruh datang ke sini Faruq, berhadapan dengan saya. Dikonfrontir. Itu namanya pemeriksaan yang bener. Selamanya CIA, intel-intel kafir laknatullah itu, membuat makar yang menipu. Itu sudah pekerjaan mereka. Maka sekarang saya tantang, kalau memang Faruq itu benar, bawa ke sini, konfrontir dengan saya. Buktikan! Kalau memang saya salah, siap dihukum. Itu namanya jantan.

YAYAT: Saat ini ada polisi Indonesia di Amerika memeriksa al Faruq. Di Jakarta, (Menteri) Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa penangkapan Anda akan tergantung dari hasil penyidikan di sana?

BA’ASYIR: Itu tidak bisa saya terima. Pemeriksaan berhadapan-hadapan, itu yang bener-bener pemeriksaan. Jadi bukan sekedar pesan yang bisa dibuat-buat. Itu menunjukkan bahwa Indonesia sudah mulai diinjak-injak Amerika.

Ba’asyir menutup pembicaraan. Yayat memberi kesempatan pada Muchyar Yara. “Kami menganggap masalah terorisme tidak meyangkut masalah agama. Korban di Bali banyak orang muslim, puluhan juga, karena terorisme tidak memandang suku maupun agama. Terorisme adalah musuh kemanusiaan yang harus diperangi. Siapa pun dia, kalau terbukti terlibat, maka tidak bisa dipandang bulu walau dia tokoh satu agama,” kata Yara.

Yara mengatakan BIN berpendapat “belum ada bau-bau keterlibatan” Ba’asyir dalam pemboman Bali. “Bukti-bukti sampai saat ini tidak ada. Kalau Faruq terlibat pelatihan (militer) di satu daerah di Sulawesi, itu confirmed. Tapi apakah Faruq mempunyai keterkaitan dengan tokoh-tokoh domestik, itu belum bisa dikemukakan di sini.” Yara menekankan bahwa BIN sudah sejak 1,5 tahun lalu mengingatkan publik adanya ancaman terorisme internasional di Indonesia tapi peringatan itu malah dipakai untuk memojokkan BIN.

Ulil diberi giliran berikutnya, “Masalah Bali ini sudah menjadi masalah internasional. PBB sudah ikut mendorong semua negara membantu Indonesia. Negara-negara lain sudah menganggap ini bukan saja masalah Indonesia tapi masalah internasional. Kita perlu mental switch. Ada perubahan cara pandang. Kemarin-kemarin setiap ada peristiwa kekerasan, sikap beberapa tokoh Islam dan masyarakat yang lain, itu menolak. Self denial. ‘Ini bukan kami. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang suci dan baik. Umat Islam yang baik. Tidak mungkin berbuat kejahatan.’”

Ulil mengatakan ada tiga teori masalah Bali. “Pertama, ini adalah pekerjaan al Qaeda. Kedua, teori yang dikembangkan Abubakar Ba’asyir, hari kedua setelah ledakan, dan didukung sejumlah tokoh Islam Solo, bahwa ini semua adalah buatan Amerika Serikat. Teori ketiga mengatakan ini buatan militer Indonesia untuk destabilisasi pemerintahan Megawati.”

Ketiga teori punya status sama untuk dipertimbangkan. Tapi berdasarkan petunjuk-petunjuk awal yang dikumpulkan beberapa dinas intelijen, menurut Ulil, al Qaeda adalah “aktor yang sangat bisa dipertanggungjawabkan” untuk menjelaskan sejumlah tindak kekerasan di beberapa tempat.

Apalagi ada pernyataan Osama bin Laden lewat televisi al Jazeera seminggu sebelumnya bahwa al Qaeda akan melakukan “serangan baru” terhadap kepentingan ekonomi Amerika Serikat. "Kita belum bisa menetapkan apakah al Qaeda salah, Abubakar Ba’asyir salah atau tidak, tetapi clue yang tersedia sekarang ini menempatkan teori pertama itu lebih valid untuk dipertimbangkan,” kata Ulil.

Al Jazeera menyiarkan pernyataan bin Laden pada Minggu, 6 Oktober. Suara bin Laden hanya sepanjang dua menit dan ditujukan para pemerintahan Presiden George W. Bush, “Para pemuda pilihan Allah SAW sedang mempersiapkan hal-hal yang akan mengisi hati Anda dengan ketakutan dan mencari target ekonomi Anda sehingga agresi dan penindasan ini dihentikan.”

Apakah itu memang suara Osama bin Laden? Ada spekulasi bahwa bin Laden sudah meninggal ketika terjadi pemboman Amerika terhadap Afghanistan tahun lalu. Presiden Afghanistan Hamid Karzai termasuk yang percaya bin Laden sudah meninggal. Al Jazeera percaya itu suara bin Laden.

Ulil minta pemerintahan Megawati Soekarnoputri bersikap tegas karena ancaman terorisme sangat serius. “Tidak usah khawatir dicap melakukan tindakan anti-Islam. Kritik saya terhadap ustadz Abubakar Ba’asyir adalah, seolah-olah mengadili Osama bin Laden, mengadili Abubakar Ba’asyir, itu sama dengan mengadili Islam. Tidak benar sama sekali itu. Harus dibedakan Islam dan orang-orang Islam, yang bisa berbuat baik, yang bisa berbuat jelek.”

Debat mulai memanas. Para pengunjung blingsatan. Asap rokok memenuhi ruangan. Fauzan al Anshari bercerita soal dukungan Amerika terhadap Israel menteror rakyat Palestina. Dia bilang Majelis Mujahidin Indonesia tak terlibat terorisme dan membuka akses sebesar-besarnya terhadap media, terutama media Barat, untuk meneliti hingga detail, misalnya, pesantren Ngruki.

Kata-kata tak enak sempat muncul. Ulil menilai Kelik dan al Anshari membuat perbandingan yang tak relevan antara pemboman Bali dengan terorisme negara. Kelik bicara terorisme negara Orde Baru (penculikan aktivis) dan al Anshari “dari zaman Nabi Adam.”

“Kejauhan itu,” celetuk Ulil.

Al Anshari tersinggung. Dia bertanya tidakkah semua orang keturunan Adam? Apakah Ulil “keturunan iblis?”

Ulil tak menjawab. Yayat memberi kesempatan para peserta saling menanggapi. Ada yang tanya bagaimana dengan pernyataan-pernyataan mantan intel AC Manullang dan ZA Maulani yang memperkirakan Amerika di balik pemboman Bali?

Muchyar Yara mengatakan BIN sebagai institusi “keberatan” bila omongan Manullang dan Maulani dikaitkan dengan mereka. Yara mengatakan profesi intel menuntut pelakuknya tutup mulut seumur hidup. BIN hari ini beda dengan badan intelijen periode Maulani dan Manullang.

Diskusi berlangsung satu jam 45 menit tanpa jedah, tanpa iklan. Lebih panjang 15 menit dari jadwal. Ba’asyir bahkan menelepon ulang dan minta diberi giliran menanggapi Ulil. Ba’asyir mengatakan, “Saya setuju jika memang ada orang Islam yang membuat suatu kerusakan, ia harus dihukum. Hal itu harus dinilai secara adil. Tetapi dalam hal ini, kita juga harus bisa menilai dengan baik terhadap Amerika. Apakah mereka cukup adil dalam menentang terorisme di dunia? Kok kejadiannya di Bali yang mayoritas beragama Hindu dan di Manado?” kata Ba’asyir.

Lagi-lagi Ba’asyir menyatakan Amerika ada di balik pemboman itu untuk menyudutkan muslim Indonesia. Debat ini memang tak bisa mengambil kesimpulan siapa di balik pemboman Bali tapi ia memberi kesempatan bagi orang-orang yang bertentangan untuk berkomunikasi. Mungkin ini satu kemajuan dalam demokrasi Indonesia –yang baru berumur empat tahun itu.

Usai diskusi Fauzan mengatakan, ”Baju hitam yang saya kenakan ini menunjukkan bahwa kami siap berperang. Terutama berperang opini.”

--Aiyub Syah
Majalah Pantau No. 031 November 2002